Agama dan Masyarakat
I. Definisi
Agama
Dengan singkat
definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak
pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi angkat
tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama
yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan
definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang
dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut
Durkheim adalah suatu “sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan
yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan
praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.” Dari
definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat
disebut agama, yaitu “sifat kudus” dari agama dan “praktek-praktek ritual” dari
agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk
supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena
ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di
sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi
isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut
pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh
penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk
mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumya. Dalam kamus
sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
1.
Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2.
Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai
tujuan tersendiri
3.
Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural
II. Ruang
Lingkup Agama
Secara garis besar
ruang lingkup agama mencakup :
a.
Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan
disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada
tuhannya.
b.
Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki
konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar
tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan
manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai
contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
c.
Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama
diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan
lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
III. Fungsi
dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi,
masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama
menjalankan fungsinya sehingga masyarakat
merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam
masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a.
Fungsi edukatif.
Agama memberikan
bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris)
seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik
dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman
rohani, dsb.
b.
Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia
menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati.
Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu
manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan
berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya
dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali
manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c.
Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai
kontrol sosial yaitu :
·
Agama meneguhkan
kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga
masyarakat.
·
Agama mengamankan dan
melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif
dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
d.
Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan
berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan
atas unsur kesamaan.
·
Kesatuan persaudaraan
berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
·
Kesatuan persaudaraan
berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem
kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
·
Kesatuan persaudaraan
atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini
manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh
pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang
tertinggi yang dipercayai bersama
e.
Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif
disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti
nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan
menurut Thomas F. O’Dea
menuliskan enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:
1.
Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2.
Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
Ibadat.
3.
Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4.
Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5.
Pemberi identitas diri.
6.
Pendewasaan agama.
Sedangkan
menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan
tetapi intinya hampir sama.
Menurutnya fungsi agama dan
masyarakat itu adalah edukatif,
penyelamat, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan,
dan transformatif.
Agama memiliki peranan
yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
IV. Pengaruh
Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah
dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah mengarahkan
perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda manusia
yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan
emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti
kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan
tersebut agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat
mencari jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh jika
manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber”
dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal
terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi,
sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima
sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam
diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan
ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan
yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan berbagai bangsa
sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling mendasar
dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun negatif.
Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan
terus-menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani)
dan kekuatan lahir (jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir
ialah perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh
perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan
agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan
merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama dapat
menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang
gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis,
pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif
atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau
pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
V. Pengaruh
Agama Terhadap Stratifikasi Sosial
Didalam ajaran
sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial yang mempunyai
pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi rendahnya
dalam masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda
yang berdiri yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas.
Stratifikasi sosial itu tidak sama antara masyarakat satu dengan yang lain
karena setiap masyarakat mempunyai stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak
antara tangga yang satu dengan anak tangga yang ada diatasnya ditarik
horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi
lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukan lapisan sosial
setingkat . Contoh pengaruh agama terhadap stratifikasi pada golongan petani, sikap
mental golongan petani terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana mereka hidup,
yang antara lain adalah faktor klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin
dan musim panas, yang sejalan dengan musim kering dan musim penghujan. Golongan
petani selalu bergumul dengan pemainan hukum alam (pertanian). Hukum cocok
tanam kadang sulit diperhitungkan secara cermat selalu bersandar pada
kedermawanan alam yang datang lambat & tidak menentu. Maka kaum petani
lebih cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis(supra-empiris) guna membantu mereka dalam menentukan hari
yang tepat. Semangat religius golongan petani itu terlihat dari pengadaan
sejumlah pesta pertanian pada peristiwa penting, misalnya kaum petani di
Indonesia mengadakan selamatan pada saat menanam benih dan waktu panen, sampai
sekarang ini banyak petani di Indonesia masih mengadakan ritual tersebut.
VI. KELESTARIAN
AGAMA DALAM MASYARAKAT
Seiring berkembangnya
ilmu pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada
pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa pada
masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh
teknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam
kurun waktu terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis
seperti Rusia, RRC, Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak
sesuai dengan ideologi negara tersebut, tetapi beberapa orang berhasil
mempertahankan agama tersebut, bahkan umat beragama semakin meningkat. Dengan
mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu yang salah dalam pemikiran,
tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan mengetahui apa yang
dipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami apa arti
sebuah agama dam manfaatnya.
Karena semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan yang demikian dinamis, teori-teori lama kemudian
mengalami penyempurnaan dan revisi. Bukan pada tempatnya membandingkan
kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran yang diperoleh dari informasi agama.
Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal,
sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan kemampuan pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan sendiri sebenarnya
bisa menjadi bagian dari penafsiran nilai-nilai agama. Sepertia yang dikatakan
David Tracy bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dimensi religious, karena
untuk dapat dipahami, dan diterima diperlukan keterlibatan diri dengan soal
Ketuhanan dan agama.
Referensi
Sosiologi Agama, Drs.
D. Hendropuspito, O. C.
Agama Dan Masyarakat,
Elizabeth K Nottingham.
·
·
AGAMA DAN MASYARAKAT
Komentar
Posting Komentar