PERUBAHAN SOSIAL KONTEMPORER
( ALAIN TOURAINE )
Oleh : Eros Rosnida

A. Sekilas tentang Perubahan Sosial
Masyarakat manusia di manapun tempatnya pasti mendambakan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan yang optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasil tali temaliantara lingkungan alam, lingkungan sosial serta karakteristik individu. Ketiga-tiganya selalu berhubungan antara satu sama lain sehingga membentuk sebuah bangunan masyarakat yang dapat dilihat sebagai sebuah realitas sosial. Perjalanan panjang dalam rentangan periode kesejarahan telah mengajak masyarakat manusia menelusuri hakikat kehidupan dan tata cara kehidupan yang berkembang pesat. Kemampuan akal budi sebagai instrumen unggulan manusia telah melahirkan beraneka ragam karya cipta melesat melampaui aspek-aspek material dilingkungan luarnya.[1]
Dengan demikian, senjata pamungkas tersebut rupanya berperan besar menafsirkan realitas sosial yang selama ini dipandang sebagai kenyataan alamiah yang steril dari kemungkinan intervensi kekuatan manusia. Kiranya semenjak diakuinya kemampuan akal mengungkap kekuatan alam, secara perlahan-lahan kalangan pemikir mulai
melirik masyarakat sebagai obyek yang mampu dipahami gejala-gejalanya lalu dikendalikan dan disusun rekayasa sosial berdasarkan pemahaman menyeluruh tentang kondisi obyektif msayarakat tersebut.
Lahirnya ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi manandai bahwa masyarakat sebagai kenyataan kini dipahami seperti sebuah benda yang bisa “diutak-atik”. Begitu pula tentang perubahan sosial, terlepas dari berbagai definisi perubahan sosial, pada hakikatnya telah mampu mengungkap hukum-hukum dan antisipasi proses-proses sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap peradaban manusia. Apabila perubahan sosial dipahami sebagai suatu bentuk peradaban manusia akibat adanya ekskalasi perubahan alam, biologis maupun kondisi fisik maka pada dasarnya perubahan sosial merupakan sebuah keniscayaan yang terjadi sepanjang hidup.
Ruang gerak perubahan itupun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga sampai pada kejadian yang paling lengkap mencakup tarikan kekuatan kelembagaan dalam masyarakat. Perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi  sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan memengaruhi struktur masyarakat lainnya. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan.
Perubahan sosial dan pembangunan merupakan salah satu bidang kajian yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan. Apabila dikaitkan dengan perkembangan pemerintahan, maka studi ini merupakan salah satu aspek integral atau produk dari perkembangan kehidupan masyarakat yang disebut perubahan sosial. Perubahan ini mencakup dua unsur utama yaitu, perubahan yang terjadi kepada birokrasi dan kepada masyarakat umum sebagai kelompok sasaran program sosial dalam periode tertentu.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yaitu meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan lainnya. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak memengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian, dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan.
Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan efisien, dan lain-lainnya Dari beberapa pendapat ahli ilmu sosial yang dikutip, dapat disinkronkan pendapat mereka tentang perubahan sosial, yaitu suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmateri.[2]
 Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik telah dibahas empat pandangan dari tokoh-tokoh terkenal yakni August Comte, Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber. August Comte menyatakan bahwa perubahan sosial berlangsung secara evolusi melalui suatu tahapan-tahapan perubahan dalam alam pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut dengan Evolusi Intelektual. Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai dari tahap Theologis Primitif; tahap Metafisik transisional, dan terakhir tahap positif rasional. setiap perubahan tahap pemikiran manusia tersebut mempengaruhi unsur kehidupan masyarakat lainnya, dan secara keseluruhan juga mendorong perubahan sosial.
Karl Marx pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam tata perekonomian masyarakat, terutama sebagai akibat dari pertentangan yang terus terjadi antara kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan kelompok pekerja. Di lain pihak Emile Durkheim melihat perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
Sementara itu, Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat dari pergeseran nilai yang dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh nilai Katolikisme Ortodox, kemudian berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya atas dorongan dari nilai Protestanisme yang dirasakan lebih rasional dan lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.[3]
B. Sekilas Tentang Alain Turaine
Sosiolog, Direktur Studi di Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales Paris.Alain Touraine lahir pada 1925 di Hermanville-sur-Mer (Perancis) dan menerima History "agregation" dari Ecole Normale Superieure di Paris pada tahun 1950. Dia adalah seorang Fellow Rockefeller pada tahun 1952 dan 1953 di Harvard, Columbia dan universitas Chicago adalah seorang peneliti di CNRS (Prancis Dewan Riset Nasional) sampai tahun 1958.
            Pada tahun 1956 Touraine mendirikan Pusat Penelitian untuk Sosiologi Perburuhan di Universitas Chile dan pada tahun 1958 mendirikan Industri Sosiologi Lokakarya Paris, yang menjadi Pusat Studi Gerakan Sosial pada tahun 1970. Pada tahun 1960 ia menjadi peneliti senior di Ecole pratique des Hautes Etudes (sekarang Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales) dan, setelah menerima nya D. Lit., Ia mengajar di Departemen Sastra dari Universitas Paris-Nanterre dari 1966 sampai 1969. Pada tahun 1981, ia mendirikan Pusat Analisis Sosiologis dan Intervensi (Centre d'Analyse et d'Intervensi Sociologiques, Cadis), arah yang diserahkan kepada Michel Wieviorka pada tahun 1993.
Tubuh karya Alain Touraine merupakan "sosiologi tindakan" - sebagai judul salah satu bukunya, yang diterbitkan pada tahun 1965, menempatkan itu - dan dapat dibagi menjadi tiga periode. Yang pertama dikhususkan untuk sosiologi kesadaran tenaga kerja dan pekerja, terutama didasarkan pada studi lapangan di Amerika Latin. Yang kedua prihatin dengan gerakan sosial: dimulai dengan studi tentang peristiwa Mei 1968, kudeta militer di Amerika Latin dan kelahiran Solidarnosc di Polandia, ia kemudian memberikan pertimbangan yang lebih umum untuk masalah yang diajukan oleh pembangunan. Periode ketiga dan sekarang ini terutama berkaitan dengan subjek sebagai agen dasar gerakan sosial, sebuah daerah di mana Touraine bermaksud untuk terus bekerja di tahun-tahun mendatang.
            Touraine telah menulis beberapa dua puluh buku, sekitar separuh dari yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Ini termasuk "Pekerja Gerakan" (Cambridge University Press, 1987),[4] "The Return of the Aktor" (University of Minnesota Press, 1988) dan "Kritik Modernitas" (Blackwell, 1996). Penerima gelar kehormatan dari tujuh universitas Eropa dan Amerika, Touraine adalah anggota akademi Perancis dan beberapa internasional dan komite berurusan dengan isu-isu seperti bioetika, mengajar imigrasi, dan penelitian, dan Bank Dunia Komisi pembangunan berkelanjutan. Dia adalah seorang perwira dari Legio d'Honneur dan dari Ordre National du Mérite.
 Alain Touraine dan metode intervensi sosiologis Yang pertama muncul dalam sosiologi Perancis, intervensi sosiologis digambarkan oleh penulisnya "sebagai proses yang intensif dan mendalam selama sosiolog memimpin aktor dari perjuangan mereka harus melakukan pada diri mereka sendiri untuk analisis dari tindakan mereka sendiri. Proses ini melibatkan serangkaian tahapan yang merupakan sejarah penelitian "(Touraine, Dubet & Wieviorka, 1982: 280). [5]
Intervensi sosiologis demikian analisis-diri yang membutuhkan partisipasi aktif dari aktor-aktor sosial yang terlibat dalam perjuangan kolektif tentang isu-isu politik dan sosial. Perjuangan perempuan, mahasiswa, ekologi, pekerja, Solidarnosc di Polandia adalah semua berhak untuk mengklaim judul dan tujuan intervensi sosiolog dalam perjuangan ini adalah untuk mengubahnya menjadi sebuah gerakan sosial. Menurut Touraine, gerakan itu adalah "upaya seorang aktor kolektif untuk mengambil alih" nilai ", orientasi budaya masyarakat dengan menentang tindakan musuh kepada siapa dia dihubungkan oleh hubungan kekuasaan" (Touraine, 1995: 239).[6]
Dengan demikian, intervensi sosiologis menyangkut suatu tindakan militan dan bertujuan untuk melakukan analisis sosiologis tindakan yang bekerjasama dengan aktor-aktor utamanya. Penekanan ditempatkan pada "pencarian masalah, analisis kontradiksi tindakan dan jarak antara perjuangan, wacana dan gerakan pendapat" ( Touraine, 1978: 66 )[7] kemungkinan menggembleng perjuangan dan mengubahnya menjadi sebuah gerakan sosial . Tetapi intervensi sosiologis tidak hanya fokus pada analisis wacana politik dan organisasi militan: juga prihatin dengan perjuangan yang diwakili oleh tindakan yang telah membawa ini tentang.
Dengan definisi, metode ini memerlukan partisipasi pelaku dalam perjuangan ini, setidaknya tokoh kuncinya, yang diundang untuk serangkaian pertemuan yang mungkin berlangsung selama satu tahun. Pada pertemuan-pertemuan mereka akan dihadapkan oleh sebuah tim kadang-kadang sebanyak tujuh sosiolog. Dua dari mengasumsikan peran terkemuka sekretaris dan moderator. Yang terakhir adalah orang yang akan memimpin rapat - dia memperkenalkan peserta, panduan diskusi, memberikan orang lantai, dll - sementara mantan bertanggung jawab untuk mencatat berbeda pendapat menyatakan selama diskusi dan mengusulkan interpretasi sosiologis dari mereka. Jika peran-peran ini berada di luar kemampuan mereka, anggota tim lainnya mengambil alih.
Selama pertemuan dan diskusi, peserta diajak untuk menelusuri sejarah perjuangan mereka, berbagai peristiwa yang telah menandai aksi kolektif mereka. Ketika saling percaya didirikan dan aktor menyadari kebutuhan untuk analisis, mereka kemudian dihadapkan dengan lawan bicara yang baik menentang atau mendukung aksi mereka. aktivis Antinuclear, misalnya, dihadapkan oleh EDF (... lectricité de France) administrator yang mengelola pembangkit listrik tenaga nuklir. Ini lawan bicara mengungkapkan sudut pandang yang menentang bahwa dari militan, tetapi bersama-sama, mereka menawarkan gambaran menyeluruh dari pertanyaan nuklir di Perancis. Aktor seperti ini sehingga dibawa ke dalam kelompok dalam rangka untuk menyorot aksi militan, pegang dan seluk beluk dan menetralisir tekanan ideologis dan gambits politik yang mau tidak mau terlibat dalam, atau disebabkan oleh suatu perjuangan kolektif alam ini.
Kedua belah pihak kemudian cenderung melihat perjuangan mereka sebagai bagian dari gerakan sosial, teori gerakan sosial pembuangan mereka untuk mengenali arti dalam tindakan mereka sendiri. Dengan menafsirkan komentar aktor 'dalam terang teori ini, muncul hipotesis yang menjelaskan aksi kolektif mereka dalam arti di mana tindakan yang secara meyakinkan dapat menunjukkan sebuah gerakan sosial. Jika diakui dan diterima oleh kedua belah pihak, arti diungkapkan oleh analisis-diri kemudian dapat mendukung aksi mereka dan membantu mencapai "tingkat tertinggi bisa mencapai" (Touraine, 1981b: 213).[8]
C. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial
Aspek-aspek perubahan sosial dapat dibahas dalam dua dimensi. Pertama, aspek yang dikaitkan dengan lapisan-lapisan kebudayaan yang terdiri dari aspek material, aspek norma-norma (norms) dan aspek nilai-nilai (values). Kedua, aspek yang dikaitkan dengan bidang-bidang kehidupan sosial masyarakat, yang dalam kegiatan belajar ini dikemukakan bidang kehidupan ekonomi, bidang kehidupan keluarga, dan lembaga-lembaga masyarakat.
Aspek kebudayaan material (artifacts) adalah aspek-aspek yang sifatnya material dan dapat diraba atau dilihat secara nyata, seperti pakaian, alat-alat kerja, dan sebagainya. Karena sifatnya material, maka aspek kebudayaan ini relatif cepat berubah
Adapun aspek norma (norms), menyangkut kaidah-kaidah atau norma-norma sosial yang mengatur interaksi antara semua warga masyarakat. Aspek ini relatif lebih lambat berubah dibandingkan dengan aspek kebudayaan material.
Aspek lain adalah nilai-nilai budaya (values), yang berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang menjadi pandangan atau falsafah hidup masyarakat. Nilai-nilai inilah yang mendasari norma-norma sosial yang menjadi kaidah interaksi antar warga masyarakat. Aspek nilai inilah paling lambat berubah dibandingkan dengan kedua aspek kebudayaan yang disebut terdahulu.
Perubahan sosial dalam bidang ekonomi pada dasarnya menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat dalam upaya mereka untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, baik perubahan dalam nilai-nilai ekonomi, sikap, hubungan ekonomi dengan warga lainnya, maupun dalam cara atau alat-alat yang dipergunakan. Salah satu kunci dalam perubahan bidang ekonomi ini adalah proses “diferensiasi” dan spesialisasi”.
Dalam aspek kehidupan keluarga, yang menjadi fokus perhatian adalah perubahan fungsi dan peranan keluarga dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Perubahan dalam struktur dan jumlah anggota keluarga mendorong terjadinya perubahan fungsi dan peranan keluarga. Salah satu aspek kehidupan keluarga yang paling jelas perubahannya adalah peranan kaum ibu. Adapun dalam aspek lembaga-lembaga masyarakat, perubahan sosial pada dasarnya berkembang, dari suasana kehidupan masyarakat tradisional dengan lembaga-lembaga masyarakat yang jumlah dan sifatnya masih sedikit dan terbatas, serta umumnya berdasarkan kegotongroyongan dan kekeluargaan. Berkembang menuju masyarakat modern dengan lembaga-lembaga masyarakat yang lebih bervariasi yang pada umumnya dibentuk atas dasar kepentingan warganya, baik dalam bidang ekonomi .kebudayaan pendidikan serta dalam bidang hukum politik dan pemerintahan[9]
D. Modernisasi; Konsep Awal Spencer, Optimisme Schoorl dan Pesimisme Dube
Pemikiran Herbert Spencer (1820-1903), sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa perubahan sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian: ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai layaknya perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir yang sempurna.
Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara dan ter wujudnya masyarakat global.
Pemikiran Spencer dapat dikatakan sebagai dasar dalam teori modernisasi, walaupun Webster (1984) tidak memasukkan nama Spencer sebagai dasar pemikiran teori modernisasi. Teorinya tentang evolusi masyarakat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat industri yang harus dilalui melalui perubahan struktur dan fungsi serta kompleksitas organisasi senada dengan asumsi dasar konsep modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl (1980) dan Dube (1988). Asumsi modernisasi yang disampaikan oleh Schoorl melihat modernisasi sebagai suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Dibidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri dengan pertumbuhan ekonomi sebagai akses utama. Berhubung dengan perkembangan ekonomi, sebagian penduduk tempat tinggalnya tergeser ke lingkungan kota-kota. Masyarakat modern telah tumbuh tipe kepribadian tertentu yang dominan. Tipe kepribadian seperti itu menyebabkan orang dapat hidup di dalam dan memelihara masyarakat modern.[10]
Sedangkan Dube berpendapat bahwa terdapat tiga asumsi dasar konsep modernisasi yaitu ketiadaan semangat pembangunan harus dilakukan melalui pemecahan masalah kemanusiaan dan pemenuhan standart kehidupan yang layak, modernisasi membutuhkan usaha keras dari individu dan kerjasama dalam kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok sangat dibutuhkan untuk menjalankan organisasi modern yang sangat kompleks dan organisasi kompleks membutuhkan perubahan kepribadian (sikap mental) serta perubahan pada struktur sosial dan tata nilai. Kedua asumsi tersebut apabila disandingkan dengan pemikiran Spencer tentang proses evolusi sosial pada kelompok masyarakat, terdapat kesamaan. Tujuan akhir dari modernisasi menurut Schoorl dan Dube adalah terwujudnya masyarakat modern yang dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan fungsi dan struktur masyarakat. Secara lebih jelas Schoorl menyajikan proses petumbuhan struktur sosial yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Pros
 E. Dampak Globalisasi terhadap Perubahan Sosial di Indonesia
Pengertian globalisasi lebih menekankan kepada kesamaan produk yang dapat dibuat dan di pasarkan secara bersama oleh sekelompok negara di berbagai belahan dunia. Secara sederhana, substansi makna dari globalisasi adalah suatu keadaan di mana segenap aspek perekonomian (seperti pasokan dan permintaan bahan baku, informasi, transportasi tenaga kerja, keuangan distribusi, serta kegiatan-kegiatan pemasaran) menyatu secara terintegrasi dan semakin terjadi ketergantungan satu sama lain dengan skala internasional. Bentuk kegiatan dilakukan dengan memasarkan produk atau menciptakan merek global seperti Coba-cola, McDonald, Kodak dan produk internasional lainnya. Secara garis besar, ada empat jenis strategis yang lazim diterapkan dalam manajemen internasional dan salah satu di antaranya adalah strategi memanfaatkan kekuatan internal untuk mengurangi ancaman dari lingkungan eksternal. Sebagai misal, negara kita sebagai negara agraris yang berpenduduk banyak bekerja di sektor ini. Tetapi kita membeli makan/minuman (seperti Kentucky dan Coca-cola) yang mahal dari (lisensi) luar negeri, di mana bahan mentahnya justru sebagian besar berasal dari negara kita (sebagai faktor kekuatan). Strateginya adalah memanfaatkan sumber daya (tenaga kerja dan bahan baku) membuat produksi sejenis yang bisa dipasarkan di dalam dan luar negeri (globalisasi).  Banyak dampak yang dilahirkan globalisasi, seperti dampak terhadap aspek budaya, dampak terhadap aspek kesehatan, dan dampak terhadap kemiskinan.
F. Tatanan Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia dalam Konteks Otonomi Daerah
Beberapa aspek yang diuraikan berkaitan dengan Otonomi Daerah, antara lain aspek kewenangan. Aspek kewenangan ini secara spesifik antara lain diatur di dalam pasal 10 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun kewenangan ini cenderung disalahtafsirkan oleh Pemerintah Daerah, bahwa semua kewenangan di luar kewenangan Pemerintah Pusat adalah menjadi kewenangan daerah.
Aspek kepegawaian. Ada berbagai masalah yang berkaitan dengan aspek “kepegawaian” dalam implementasi kebijakan OTODA, antara lain kewenangan pembinaan kepegawaian oleh daerah sebagaimana diatur dalam Bab V UU No 32 Tahun 2004. Jika semua ketentuan dalam bab ini (pasal 129 - 135) diterapkan secara konsisten, maka kecil permasalahan menyangkut kepegawaian terangkat ke permukaan. Banyak pengangkatan pegawai yang berbau nepotisme dan beberapa Sekretaris Daerah telah diberhentikan dari jabatannya tanpa alasan yang jelas. Banyak pengamat menilai bahwa pemberhentian seperti itu lebih diwarnai oleh kolusi dan nepotisme.
Aspek “Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Daerah dan Pusat secara umum diatur dalam bab IX (Pasal 66 - 84) pada UU No. 33 Tahun 2004. Banyak pihak menilai bahwa kebijakan OTODA belum bisa diimplementasikan di Tanah Air, karena banyaknya daerah yang belum siap dari segi “keuangan” yang ditambah dengan kemampuan SDM yang belum memadai.[11]
Beberapa aspek yang diuraikan berkaitan dengan Secara garis besar, ada empat jenis strategis yang lazim diterapkan dalam manajemen internasional dan salah satu di antaranya adalah strategi memanfaatkan kekuatan internal untuk mengurangi ancaman dari lingkungan eksternal. Sebagai misal, negara kita sebagai negara agraris yang berpenduduk banyak bekerja di sektor ini. Tetapi kita membeli makan/minuman (seperti Kentucky dan Coca-cola) yang mahal dari (lisensi) luar negeri, di mana bahan mentahnya justru sebagian besar berasal dari negara kita (sebagai faktor kekuatan). Strateginya adalah memanfaatkan sumber daya (tenaga kerja dan bahan baku) membuat produksi sejenis yang bisa dipasarkan di dalam dan luar negeri (globalisasi).  
Banyak dampak yang dilahirkan globalisasi, seperti dampak terhadap aspek budaya, dampak terhadap aspek kesehatan, dan dampak terhadap kemiskinantonomi Daerah, antara lain aspek kewenangan. Aspek kewenangan ini secara spesifik antara lain diatur di dalam pasal 10 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun kewenangan ini cenderung disalahtafsirkan oleh Pemerintah Daerah, bahwa semua kewenangan di luar kewenangan Pemerintah Pusat adalah menjadi kewenangan daerah.
Aspek kepegawaian. Ada berbagai masalah yang berkaitan dengan aspek “kepegawaian” dalam implementasi kebijakan OTODA, antara lain kewenangan pembinaan kepegawaian oleh daerah sebagaimana diatur dalam Bab V UU No 32 Tahun 2004. Jika semua ketentuan dalam bab ini (pasal 129 - 135) diterapkan secara konsisten, maka kecil permasalahan menyangkut kepegawaian terangkat ke permukaan. Banyak pengangkatan pegawai yang berbau nepotisme dan beberapa Sekretaris Daerah telah diberhentikan dari jabatannya tanpa alasan yang jelas. Banyak pengamat menilai bahwa pemberhentian seperti itu lebih diwarnai oleh kolusi dan nepotisme.

KESIMPULAN

Uraian dalam tulisan ini telah memberikan suatu penjelasan mengenai hakekat perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial manusia, faktor-faktor yang turut mempengaruhi tingkat dan corak perkembangan itu, dan implikasi dari perubahan tersebut terhadap kehidupan manusia bermasyarakat.
Suatu perubahan sosial selalu terwujud dalam bentuk adanya kekacauan dalam kehidupan sosial; tetapi tidak semua perubahan ini mewujudkan kekacauan sosial yang besar. Yang terbanyak adalah adanya kekacauan dalam ruang-ruang lingkup kehidupan sosial yang kecil dan yang biasanya terjadi dimulai dalam kehidupan keluarga. Kekacauan sosial dapat mengakibatkan adanya konflik-konflik sosial, tetapi suatu konflik sosial tidak dapat berlangsung terus menerus.
Karena manusia tidak dapat hidup dalam suatu keadaan kekacauan terus menerus, maka pada suatu saat suatu kedamaian terwujud dan suatu ketertiban sosial baru menjadi landasan dalam kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan. Usaha-usaha mengatasi kekacauan biasanya juga berasal dari dalam lingkungan masyarakat itu sendiri, yaitu sejumlah warga masyarakat yang menyadari kerugian-kerugian dari adanya kekacauan; tetapi bisa juga oleh adanya kekuatan yang berasal dari luar masyarakat tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
UNDP, 2006. Human Development Report, (http:// www@UNDP.HDI This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it ),
LAN (Lembaga Administrasi Negara) 2003, SANRI (Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia), Buku I & II, LAN, Jakarta
Touraine, Alain.1983a Anti-nuklir Protes: Oposisi untuk Energi Nuklir di Prancis. New-York-Paris:Cambridge University Press-... kondisi baik de la Maison des de l'Homme ilmu. (. 1980 La prophétiantinucléaire Paris:Seuil
Touraine, Alain, Dubet, François. & Wieviorka, Michel1982 Une intervensi Sociologique avec Solidarnosc. Sociologie du penderitaan. XXIV, 3: 279-292.
Touraine, Alain.1995 Kritik dari modernitas. Cambridge: Blackwell. (. 1992 Critique de la modernité Paris:. Fayard)
Suwarsono, dan Alvin Y. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: LP3S.
            Spencer, Herbert.1963. ‘The Evolution of Societies’. Pp 9-13 in Etzioni, A. & Halevy, Eva Etzioni- (eds). Social Changes: Sources, Patterns and Consequences.  Basic Books, New York



[1] UNDP, 2006. Human Development Report, (http:// www@UNDP.HDI This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it ), diakses 1 Mei 2007)
[2] Soekanto, Soerjono (1987). Sosiologi, suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit CV Rajawali
[3] Craib, Ian (1986). Teori-teori Sosial Modern. Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: CV. Rajawali.
[4] Touraine, Alain.1983a Anti-nuklir Protes: Oposisi untuk Energi Nuklir di Prancis. New-York-Paris:Cambridge University Press-... kondisi baik de la Maison des de l'Homme ilmu. (. 1980 La prophétiantinucléaire Paris:Seuil
[5] Touraine, Alain, Dubet, François. & Wieviorka, Michel1982 Une intervensi Sociologique avec Solidarnosc. Sociologie du penderitaan. XXIV, 3: 279-292.
[6] Touraine, Alain.1995 Kritik dari modernitas. Cambridge: Blackwell. (. 1992 Critique de la modernité Paris:. Fayard)
[7] Touraine, Alain. 1978 Lutte étudiante. Paris: Seuil
[8] Tourain, alain.Op Cit 196-213
[9] Suwarsono, dan Alvin Y. (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: LP3S.


[10] Spencer, Herbert.1963. ‘The Evolution of Societies’. Pp 9-13 in Etzioni, A. & Halevy, Eva Etzioni- (eds). Social Changes: Sources, Patterns and Consequences.  Basic Books, New York.

[11] LAN (Lembaga Administrasi Negara) 2003, SANRI (Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia), Buku I & II, LAN, Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RITUAL TRADISI NGIKIS

PROSES DAN TAHAPAN PERUBAHAN SOSIAL

HADITS TENTANG INTERAKSI SOSIAL Oleh: EROS ROSNIDA