PERUBAHAN SOSIAL KONTEMPORER
( ALAIN TOURAINE )
Oleh : Eros Rosnida
A. Sekilas
tentang Perubahan Sosial
Masyarakat
manusia di manapun tempatnya pasti mendambakan kemajuan dan peningkatan
kesejahteraan yang optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasil
tali temaliantara lingkungan alam, lingkungan sosial serta karakteristik
individu. Ketiga-tiganya selalu berhubungan antara satu sama lain sehingga
membentuk sebuah bangunan masyarakat yang dapat dilihat sebagai sebuah realitas
sosial. Perjalanan panjang dalam rentangan periode kesejarahan telah mengajak
masyarakat manusia menelusuri hakikat kehidupan dan tata cara kehidupan yang
berkembang pesat. Kemampuan akal budi sebagai instrumen unggulan manusia telah
melahirkan beraneka ragam karya cipta melesat melampaui aspek-aspek material
dilingkungan luarnya.[1]
Dengan
demikian, senjata pamungkas tersebut rupanya berperan besar menafsirkan
realitas sosial yang selama ini dipandang sebagai kenyataan alamiah yang steril
dari kemungkinan intervensi kekuatan manusia. Kiranya semenjak diakuinya kemampuan akal
mengungkap kekuatan alam, secara
perlahan-lahan kalangan pemikir mulai
melirik masyarakat sebagai obyek yang mampu dipahami gejala-gejalanya lalu dikendalikan dan disusun rekayasa sosial berdasarkan pemahaman menyeluruh tentang kondisi obyektif msayarakat tersebut.
melirik masyarakat sebagai obyek yang mampu dipahami gejala-gejalanya lalu dikendalikan dan disusun rekayasa sosial berdasarkan pemahaman menyeluruh tentang kondisi obyektif msayarakat tersebut.
Lahirnya
ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi manandai bahwa masyarakat sebagai kenyataan kini dipahami
seperti sebuah benda yang bisa “diutak-atik”. Begitu pula tentang perubahan
sosial, terlepas dari berbagai definisi perubahan sosial, pada hakikatnya telah
mampu mengungkap hukum-hukum dan antisipasi proses-proses sehingga mampu
memberikan kontribusi terhadap peradaban manusia. Apabila perubahan sosial dipahami sebagai suatu bentuk
peradaban manusia akibat adanya ekskalasi perubahan
alam, biologis maupun kondisi fisik maka pada dasarnya perubahan sosial
merupakan sebuah keniscayaan yang terjadi sepanjang hidup.
Ruang gerak
perubahan itupun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti
keluarga sampai pada kejadian yang paling lengkap mencakup tarikan kekuatan
kelembagaan dalam masyarakat. Perubahan sosial adalah segala
perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat,
yang memengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah
pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan
memengaruhi struktur masyarakat lainnya. Perubahan sosial terjadi karena adanya
perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti
misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan.
Perubahan
sosial dan pembangunan merupakan salah satu bidang kajian yang sangat penting
dalam ilmu pengetahuan. Apabila dikaitkan dengan perkembangan pemerintahan,
maka studi ini merupakan salah satu aspek integral atau produk dari
perkembangan kehidupan masyarakat yang disebut perubahan sosial. Perubahan ini
mencakup dua unsur utama yaitu, perubahan yang terjadi kepada birokrasi dan
kepada masyarakat umum sebagai kelompok sasaran program sosial dalam periode
tertentu.
Perubahan sosial merupakan bagian
dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yaitu
meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan lainnya. Akan
tetapi, perubahan tersebut tidak memengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial.
Namun demikian, dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan tersebut
sangat sulit untuk dipisahkan.
Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu
perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin
rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin
komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan
pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam
kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis; perubahan dalam
tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan efisien, dan
lain-lainnya Dari beberapa pendapat ahli ilmu sosial yang dikutip, dapat
disinkronkan pendapat mereka tentang perubahan sosial, yaitu suatu proses
perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola
hidup masyarakat, yang mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok
masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan
masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmateri.[2]
Dalam kelompok teori-teori perubahan
sosial klasik telah dibahas empat pandangan dari tokoh-tokoh terkenal yakni
August Comte, Karl Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber. August Comte menyatakan
bahwa perubahan sosial berlangsung secara evolusi melalui suatu tahapan-tahapan
perubahan dalam alam pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut dengan Evolusi
Intelektual. Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai
dari tahap Theologis Primitif; tahap Metafisik transisional, dan terakhir tahap
positif rasional. setiap perubahan tahap pemikiran manusia tersebut
mempengaruhi unsur kehidupan masyarakat lainnya, dan secara keseluruhan juga
mendorong perubahan sosial.
Karl Marx pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat dari
perubahan-perubahan yang terjadi dalam tata perekonomian masyarakat, terutama
sebagai akibat dari pertentangan yang terus terjadi antara kelompok pemilik
modal atau alat-alat produksi dengan kelompok pekerja. Di lain pihak Emile
Durkheim melihat perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari faktor-faktor
ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi
tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat
modern yang diikat oleh solidaritas organistik.
Sementara itu, Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat adalah akibat dari pergeseran nilai yang dijadikan
orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan masyarakat Eropa yang
sekian lama terbelenggu oleh nilai Katolikisme Ortodox, kemudian berkembang
pesat kehidupan sosial ekonominya atas dorongan dari nilai Protestanisme yang
dirasakan lebih rasional dan lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.[3]
B. Sekilas Tentang Alain Turaine
Sosiolog, Direktur Studi di Ecole
des Hautes Etudes en Sciences Sociales Paris.Alain Touraine lahir pada 1925 di
Hermanville-sur-Mer (Perancis) dan menerima History "agregation" dari
Ecole Normale Superieure di Paris pada tahun 1950. Dia adalah seorang Fellow
Rockefeller pada tahun 1952 dan 1953 di Harvard, Columbia dan universitas
Chicago adalah seorang peneliti di CNRS (Prancis Dewan Riset Nasional) sampai
tahun 1958.
Pada tahun 1956 Touraine mendirikan Pusat Penelitian untuk Sosiologi Perburuhan di Universitas Chile dan pada tahun 1958 mendirikan Industri Sosiologi Lokakarya Paris, yang menjadi Pusat Studi Gerakan Sosial pada tahun 1970. Pada tahun 1960 ia menjadi peneliti senior di Ecole pratique des Hautes Etudes (sekarang Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales) dan, setelah menerima nya D. Lit., Ia mengajar di Departemen Sastra dari Universitas Paris-Nanterre dari 1966 sampai 1969. Pada tahun 1981, ia mendirikan Pusat Analisis Sosiologis dan Intervensi (Centre d'Analyse et d'Intervensi Sociologiques, Cadis), arah yang diserahkan kepada Michel Wieviorka pada tahun 1993.
Pada tahun 1956 Touraine mendirikan Pusat Penelitian untuk Sosiologi Perburuhan di Universitas Chile dan pada tahun 1958 mendirikan Industri Sosiologi Lokakarya Paris, yang menjadi Pusat Studi Gerakan Sosial pada tahun 1970. Pada tahun 1960 ia menjadi peneliti senior di Ecole pratique des Hautes Etudes (sekarang Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales) dan, setelah menerima nya D. Lit., Ia mengajar di Departemen Sastra dari Universitas Paris-Nanterre dari 1966 sampai 1969. Pada tahun 1981, ia mendirikan Pusat Analisis Sosiologis dan Intervensi (Centre d'Analyse et d'Intervensi Sociologiques, Cadis), arah yang diserahkan kepada Michel Wieviorka pada tahun 1993.
Tubuh karya Alain Touraine merupakan
"sosiologi tindakan" - sebagai judul salah satu bukunya, yang
diterbitkan pada tahun 1965, menempatkan itu - dan dapat dibagi menjadi tiga
periode. Yang pertama dikhususkan untuk sosiologi kesadaran tenaga kerja dan
pekerja, terutama didasarkan pada studi lapangan di Amerika Latin. Yang kedua
prihatin dengan gerakan sosial: dimulai dengan studi tentang peristiwa Mei
1968, kudeta militer di Amerika Latin dan kelahiran Solidarnosc di Polandia, ia
kemudian memberikan pertimbangan yang lebih umum untuk masalah yang diajukan
oleh pembangunan. Periode ketiga dan sekarang ini terutama berkaitan dengan
subjek sebagai agen dasar gerakan sosial, sebuah daerah di mana Touraine
bermaksud untuk terus bekerja di tahun-tahun mendatang.
Touraine telah menulis beberapa dua puluh buku, sekitar separuh dari yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Ini termasuk "Pekerja Gerakan" (Cambridge University Press, 1987),[4] "The Return of the Aktor" (University of Minnesota Press, 1988) dan "Kritik Modernitas" (Blackwell, 1996). Penerima gelar kehormatan dari tujuh universitas Eropa dan Amerika, Touraine adalah anggota akademi Perancis dan beberapa internasional dan komite berurusan dengan isu-isu seperti bioetika, mengajar imigrasi, dan penelitian, dan Bank Dunia Komisi pembangunan berkelanjutan. Dia adalah seorang perwira dari Legio d'Honneur dan dari Ordre National du Mérite.
Touraine telah menulis beberapa dua puluh buku, sekitar separuh dari yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Ini termasuk "Pekerja Gerakan" (Cambridge University Press, 1987),[4] "The Return of the Aktor" (University of Minnesota Press, 1988) dan "Kritik Modernitas" (Blackwell, 1996). Penerima gelar kehormatan dari tujuh universitas Eropa dan Amerika, Touraine adalah anggota akademi Perancis dan beberapa internasional dan komite berurusan dengan isu-isu seperti bioetika, mengajar imigrasi, dan penelitian, dan Bank Dunia Komisi pembangunan berkelanjutan. Dia adalah seorang perwira dari Legio d'Honneur dan dari Ordre National du Mérite.
Alain Touraine dan metode intervensi
sosiologis Yang pertama muncul dalam sosiologi Perancis, intervensi sosiologis
digambarkan oleh penulisnya "sebagai proses yang intensif dan mendalam
selama sosiolog memimpin aktor dari perjuangan mereka harus melakukan pada diri
mereka sendiri untuk analisis dari tindakan mereka sendiri. Proses ini
melibatkan serangkaian tahapan yang merupakan sejarah penelitian
"(Touraine, Dubet & Wieviorka, 1982: 280). [5]
Intervensi sosiologis demikian
analisis-diri yang membutuhkan partisipasi aktif dari aktor-aktor sosial yang
terlibat dalam perjuangan kolektif tentang isu-isu politik dan sosial.
Perjuangan perempuan, mahasiswa, ekologi, pekerja, Solidarnosc di Polandia
adalah semua berhak untuk mengklaim judul dan tujuan intervensi sosiolog dalam
perjuangan ini adalah untuk mengubahnya menjadi sebuah gerakan sosial. Menurut
Touraine, gerakan itu adalah "upaya seorang aktor kolektif untuk mengambil
alih" nilai ", orientasi budaya masyarakat dengan menentang tindakan
musuh kepada siapa dia dihubungkan oleh hubungan kekuasaan" (Touraine,
1995: 239).[6]
Dengan demikian, intervensi
sosiologis menyangkut suatu tindakan militan dan bertujuan untuk melakukan
analisis sosiologis tindakan yang bekerjasama dengan aktor-aktor utamanya.
Penekanan ditempatkan pada "pencarian masalah, analisis kontradiksi
tindakan dan jarak antara perjuangan, wacana dan gerakan pendapat" ( Touraine,
1978: 66 )[7]
kemungkinan menggembleng perjuangan dan mengubahnya menjadi sebuah gerakan
sosial . Tetapi intervensi sosiologis tidak hanya fokus pada analisis wacana
politik dan organisasi militan: juga prihatin dengan perjuangan yang diwakili
oleh tindakan yang telah membawa ini tentang.
Dengan definisi, metode ini
memerlukan partisipasi pelaku dalam perjuangan ini, setidaknya tokoh kuncinya,
yang diundang untuk serangkaian pertemuan yang mungkin berlangsung selama satu
tahun. Pada pertemuan-pertemuan mereka akan dihadapkan oleh sebuah tim
kadang-kadang sebanyak tujuh sosiolog. Dua dari mengasumsikan peran terkemuka
sekretaris dan moderator. Yang terakhir adalah orang yang akan memimpin rapat -
dia memperkenalkan peserta, panduan diskusi, memberikan orang lantai, dll -
sementara mantan bertanggung jawab untuk mencatat berbeda pendapat menyatakan
selama diskusi dan mengusulkan interpretasi sosiologis dari mereka. Jika peran-peran
ini berada di luar kemampuan mereka, anggota tim lainnya mengambil alih.
Selama pertemuan dan diskusi,
peserta diajak untuk menelusuri sejarah perjuangan mereka, berbagai peristiwa
yang telah menandai aksi kolektif mereka. Ketika saling percaya didirikan dan
aktor menyadari kebutuhan untuk analisis, mereka kemudian dihadapkan dengan
lawan bicara yang baik menentang atau mendukung aksi mereka. aktivis
Antinuclear, misalnya, dihadapkan oleh EDF (... lectricité de France)
administrator yang mengelola pembangkit listrik tenaga nuklir. Ini lawan bicara
mengungkapkan sudut pandang yang menentang bahwa dari militan, tetapi
bersama-sama, mereka menawarkan gambaran menyeluruh dari pertanyaan nuklir di
Perancis. Aktor seperti ini sehingga dibawa ke dalam kelompok dalam rangka
untuk menyorot aksi militan, pegang dan seluk beluk dan menetralisir tekanan
ideologis dan gambits politik yang mau tidak mau terlibat dalam, atau
disebabkan oleh suatu perjuangan kolektif alam ini.
Kedua belah pihak kemudian cenderung
melihat perjuangan mereka sebagai bagian dari gerakan sosial, teori gerakan
sosial pembuangan mereka untuk mengenali arti dalam tindakan mereka sendiri.
Dengan menafsirkan komentar aktor 'dalam terang teori ini, muncul hipotesis
yang menjelaskan aksi kolektif mereka dalam arti di mana tindakan yang secara
meyakinkan dapat menunjukkan sebuah gerakan sosial. Jika diakui dan diterima
oleh kedua belah pihak, arti diungkapkan oleh analisis-diri kemudian dapat
mendukung aksi mereka dan membantu mencapai "tingkat tertinggi bisa
mencapai" (Touraine, 1981b: 213).[8]
C. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial
Aspek-aspek perubahan sosial dapat
dibahas dalam dua dimensi. Pertama, aspek yang dikaitkan dengan lapisan-lapisan
kebudayaan yang terdiri dari aspek material, aspek norma-norma (norms) dan
aspek nilai-nilai (values). Kedua, aspek yang dikaitkan dengan bidang-bidang
kehidupan sosial masyarakat, yang dalam kegiatan belajar ini dikemukakan bidang
kehidupan ekonomi, bidang kehidupan keluarga, dan lembaga-lembaga masyarakat.
Aspek kebudayaan material (artifacts) adalah aspek-aspek yang sifatnya material dan dapat diraba atau dilihat secara nyata, seperti pakaian, alat-alat kerja, dan sebagainya. Karena sifatnya material, maka aspek kebudayaan ini relatif cepat berubah
Adapun aspek norma (norms), menyangkut kaidah-kaidah atau norma-norma sosial yang mengatur interaksi antara semua warga masyarakat. Aspek ini relatif lebih lambat berubah dibandingkan dengan aspek kebudayaan material.
Aspek kebudayaan material (artifacts) adalah aspek-aspek yang sifatnya material dan dapat diraba atau dilihat secara nyata, seperti pakaian, alat-alat kerja, dan sebagainya. Karena sifatnya material, maka aspek kebudayaan ini relatif cepat berubah
Adapun aspek norma (norms), menyangkut kaidah-kaidah atau norma-norma sosial yang mengatur interaksi antara semua warga masyarakat. Aspek ini relatif lebih lambat berubah dibandingkan dengan aspek kebudayaan material.
Aspek lain adalah nilai-nilai budaya
(values), yang berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang menjadi pandangan atau
falsafah hidup masyarakat. Nilai-nilai inilah yang mendasari norma-norma sosial
yang menjadi kaidah interaksi antar warga masyarakat. Aspek nilai inilah paling
lambat berubah dibandingkan dengan kedua aspek kebudayaan yang disebut
terdahulu.
Perubahan sosial dalam bidang ekonomi pada dasarnya menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat dalam upaya mereka untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, baik perubahan dalam nilai-nilai ekonomi, sikap, hubungan ekonomi dengan warga lainnya, maupun dalam cara atau alat-alat yang dipergunakan. Salah satu kunci dalam perubahan bidang ekonomi ini adalah proses “diferensiasi” dan spesialisasi”.
Perubahan sosial dalam bidang ekonomi pada dasarnya menyangkut perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat dalam upaya mereka untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, baik perubahan dalam nilai-nilai ekonomi, sikap, hubungan ekonomi dengan warga lainnya, maupun dalam cara atau alat-alat yang dipergunakan. Salah satu kunci dalam perubahan bidang ekonomi ini adalah proses “diferensiasi” dan spesialisasi”.
Dalam aspek kehidupan keluarga, yang
menjadi fokus perhatian adalah perubahan fungsi dan peranan keluarga dalam
kaitannya dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Perubahan dalam
struktur dan jumlah anggota keluarga mendorong terjadinya perubahan fungsi dan
peranan keluarga. Salah satu aspek kehidupan keluarga yang paling jelas perubahannya
adalah peranan kaum ibu. Adapun dalam aspek lembaga-lembaga masyarakat,
perubahan sosial pada dasarnya berkembang, dari suasana kehidupan masyarakat
tradisional dengan lembaga-lembaga masyarakat yang jumlah dan sifatnya masih
sedikit dan terbatas, serta umumnya berdasarkan kegotongroyongan dan
kekeluargaan. Berkembang menuju masyarakat modern dengan lembaga-lembaga
masyarakat yang lebih bervariasi yang pada umumnya dibentuk atas dasar
kepentingan warganya, baik dalam bidang ekonomi .kebudayaan pendidikan serta
dalam bidang hukum politik dan pemerintahan[9]
D. Modernisasi; Konsep Awal
Spencer, Optimisme Schoorl dan Pesimisme Dube
Pemikiran
Herbert Spencer (1820-1903), sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide
evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa
perubahan sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan
paradigma Darwinian: ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas
individu-individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai layaknya
perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya
kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari
bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks
menuju tahap akhir yang sempurna.
Menurut
Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan
terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan
oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada
dasarnya berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan
perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan
bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern
justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri.
Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi
suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai
dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan
pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara
dan ter wujudnya masyarakat global.
Pemikiran
Spencer dapat dikatakan sebagai dasar dalam teori modernisasi, walaupun Webster
(1984) tidak memasukkan nama Spencer sebagai dasar pemikiran teori modernisasi.
Teorinya tentang evolusi masyarakat dari masyarakat tradisional menuju
masyarakat industri yang harus dilalui melalui perubahan struktur dan fungsi
serta kompleksitas organisasi senada dengan asumsi dasar konsep modernisasi
yang disampaikan oleh Schoorl (1980) dan Dube (1988). Asumsi modernisasi yang
disampaikan oleh Schoorl melihat modernisasi sebagai suatu proses transformasi,
suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. Dibidang ekonomi,
modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri dengan pertumbuhan ekonomi
sebagai akses utama. Berhubung dengan perkembangan ekonomi, sebagian penduduk
tempat tinggalnya tergeser ke lingkungan kota-kota. Masyarakat modern telah
tumbuh tipe kepribadian tertentu yang dominan. Tipe kepribadian seperti itu
menyebabkan orang dapat hidup di dalam dan memelihara masyarakat modern.[10]
Sedangkan
Dube berpendapat bahwa terdapat tiga asumsi dasar konsep modernisasi yaitu
ketiadaan semangat pembangunan harus dilakukan melalui pemecahan masalah
kemanusiaan dan pemenuhan standart kehidupan yang layak, modernisasi
membutuhkan usaha keras dari individu dan kerjasama dalam kelompok, kemampuan
kerjasama dalam kelompok sangat dibutuhkan untuk menjalankan organisasi modern
yang sangat kompleks dan organisasi kompleks membutuhkan perubahan kepribadian
(sikap mental) serta perubahan pada struktur sosial dan tata nilai. Kedua
asumsi tersebut apabila disandingkan dengan pemikiran Spencer tentang proses
evolusi sosial pada kelompok masyarakat, terdapat kesamaan. Tujuan akhir dari
modernisasi menurut Schoorl dan Dube adalah terwujudnya masyarakat modern yang
dicirikan oleh kompleksitas organisasi serta perubahan fungsi dan struktur
masyarakat. Secara lebih jelas Schoorl menyajikan proses petumbuhan struktur
sosial yang dimulai dari proses perbesaran skala melalui integrasi. Pros
E. Dampak Globalisasi
terhadap Perubahan Sosial di Indonesia
Pengertian globalisasi lebih
menekankan kepada kesamaan produk yang dapat dibuat dan di pasarkan secara
bersama oleh sekelompok negara di berbagai belahan dunia. Secara sederhana,
substansi makna dari globalisasi adalah suatu keadaan di mana segenap aspek perekonomian
(seperti pasokan dan permintaan bahan baku, informasi, transportasi tenaga
kerja, keuangan distribusi, serta kegiatan-kegiatan pemasaran) menyatu secara
terintegrasi dan semakin terjadi ketergantungan satu sama lain dengan skala
internasional. Bentuk kegiatan dilakukan dengan memasarkan produk atau
menciptakan merek global seperti Coba-cola, McDonald, Kodak dan produk
internasional lainnya. Secara garis besar, ada empat jenis strategis yang lazim
diterapkan dalam manajemen internasional dan salah satu di antaranya adalah
strategi memanfaatkan kekuatan internal untuk mengurangi ancaman dari
lingkungan eksternal. Sebagai misal, negara kita sebagai negara agraris yang
berpenduduk banyak bekerja di sektor ini. Tetapi kita membeli makan/minuman (seperti
Kentucky dan Coca-cola) yang mahal dari (lisensi) luar negeri, di mana bahan
mentahnya justru sebagian besar berasal dari negara kita (sebagai faktor
kekuatan). Strateginya adalah memanfaatkan sumber daya (tenaga kerja dan bahan
baku) membuat produksi sejenis yang bisa dipasarkan di dalam dan luar negeri
(globalisasi). Banyak dampak yang dilahirkan globalisasi, seperti dampak
terhadap aspek budaya, dampak terhadap aspek kesehatan, dan dampak terhadap
kemiskinan.
F. Tatanan Kehidupan Sosial
Masyarakat Indonesia dalam Konteks Otonomi Daerah
Beberapa aspek yang diuraikan
berkaitan dengan Otonomi Daerah, antara lain aspek kewenangan. Aspek kewenangan
ini secara spesifik antara lain diatur di dalam pasal 10 UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Namun kewenangan ini cenderung disalahtafsirkan
oleh Pemerintah Daerah, bahwa semua kewenangan di luar kewenangan Pemerintah
Pusat adalah menjadi kewenangan daerah.
Aspek kepegawaian. Ada berbagai
masalah yang berkaitan dengan aspek “kepegawaian” dalam implementasi kebijakan
OTODA, antara lain kewenangan pembinaan kepegawaian oleh daerah sebagaimana
diatur dalam Bab V UU No 32 Tahun 2004. Jika semua ketentuan dalam bab ini
(pasal 129 - 135) diterapkan secara konsisten, maka kecil permasalahan
menyangkut kepegawaian terangkat ke permukaan. Banyak pengangkatan pegawai yang
berbau nepotisme dan beberapa Sekretaris Daerah telah diberhentikan dari
jabatannya tanpa alasan yang jelas. Banyak pengamat menilai bahwa pemberhentian
seperti itu lebih diwarnai oleh kolusi dan nepotisme.
Aspek “Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Daerah dan Pusat secara umum diatur dalam bab IX (Pasal 66 - 84)
pada UU No. 33 Tahun 2004. Banyak pihak menilai bahwa kebijakan OTODA belum
bisa diimplementasikan di Tanah Air, karena banyaknya daerah yang belum siap
dari segi “keuangan” yang ditambah dengan kemampuan SDM yang belum memadai.[11]
Beberapa aspek yang diuraikan
berkaitan dengan Secara garis besar, ada empat jenis strategis yang lazim
diterapkan dalam manajemen internasional dan salah satu di antaranya adalah
strategi memanfaatkan kekuatan internal untuk mengurangi ancaman dari
lingkungan eksternal. Sebagai misal, negara kita sebagai negara agraris yang
berpenduduk banyak bekerja di sektor ini. Tetapi kita membeli makan/minuman
(seperti Kentucky dan Coca-cola) yang mahal dari (lisensi) luar negeri, di mana
bahan mentahnya justru sebagian besar berasal dari negara kita (sebagai faktor
kekuatan). Strateginya adalah memanfaatkan sumber daya (tenaga kerja dan bahan
baku) membuat produksi sejenis yang bisa dipasarkan di dalam dan luar negeri
(globalisasi).
Banyak dampak yang dilahirkan
globalisasi, seperti dampak terhadap aspek budaya, dampak terhadap aspek
kesehatan, dan dampak terhadap kemiskinantonomi Daerah, antara lain aspek
kewenangan. Aspek kewenangan ini secara spesifik antara lain diatur di dalam
pasal 10 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun kewenangan ini
cenderung disalahtafsirkan oleh Pemerintah Daerah, bahwa semua kewenangan di
luar kewenangan Pemerintah Pusat adalah menjadi kewenangan daerah.
Aspek kepegawaian. Ada berbagai
masalah yang berkaitan dengan aspek “kepegawaian” dalam implementasi kebijakan
OTODA, antara lain kewenangan pembinaan kepegawaian oleh daerah sebagaimana
diatur dalam Bab V UU No 32 Tahun 2004. Jika semua ketentuan dalam bab ini
(pasal 129 - 135) diterapkan secara konsisten, maka kecil permasalahan
menyangkut kepegawaian terangkat ke permukaan. Banyak pengangkatan pegawai yang
berbau nepotisme dan beberapa Sekretaris Daerah telah diberhentikan dari
jabatannya tanpa alasan yang jelas. Banyak pengamat menilai bahwa pemberhentian
seperti itu lebih diwarnai oleh kolusi dan nepotisme.
KESIMPULAN
Uraian
dalam tulisan ini telah memberikan suatu penjelasan mengenai hakekat perubahan
yang terjadi dalam kehidupan sosial manusia, faktor-faktor yang turut
mempengaruhi tingkat dan corak perkembangan itu, dan implikasi dari perubahan
tersebut terhadap kehidupan manusia bermasyarakat.
Suatu
perubahan sosial selalu terwujud dalam bentuk adanya kekacauan dalam kehidupan
sosial; tetapi tidak semua perubahan ini mewujudkan kekacauan sosial yang
besar. Yang terbanyak adalah adanya kekacauan dalam ruang-ruang lingkup
kehidupan sosial yang kecil dan yang biasanya terjadi dimulai dalam kehidupan
keluarga. Kekacauan sosial dapat mengakibatkan adanya konflik-konflik sosial,
tetapi suatu konflik sosial tidak dapat berlangsung terus menerus.
Karena
manusia tidak dapat hidup dalam suatu keadaan kekacauan terus menerus, maka
pada suatu saat suatu kedamaian terwujud dan suatu ketertiban sosial baru
menjadi landasan dalam kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan.
Usaha-usaha mengatasi kekacauan biasanya juga berasal dari dalam lingkungan
masyarakat itu sendiri, yaitu sejumlah warga masyarakat yang menyadari
kerugian-kerugian dari adanya kekacauan; tetapi bisa juga oleh adanya kekuatan
yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
LAN (Lembaga Administrasi Negara) 2003, SANRI (Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia), Buku I & II, LAN, Jakarta
Touraine,
Alain.1983a Anti-nuklir Protes: Oposisi untuk Energi Nuklir di Prancis.
New-York-Paris:Cambridge University Press-... kondisi baik de la Maison des de
l'Homme ilmu. (. 1980 La prophétiantinucléaire Paris:Seuil
Touraine, Alain, Dubet, François. & Wieviorka,
Michel1982 Une intervensi Sociologique avec Solidarnosc. Sociologie du
penderitaan. XXIV, 3: 279-292.
Touraine, Alain.1995 Kritik dari modernitas.
Cambridge: Blackwell. (. 1992 Critique de la modernité Paris:. Fayard)
Suwarsono, dan Alvin Y. (1991). Perubahan Sosial dan
Pembangunan di Indonesia. Jakarta: LP3S.
Spencer, Herbert.1963. ‘The Evolution of Societies’. Pp 9-13 in Etzioni, A. & Halevy, Eva Etzioni- (eds). Social Changes: Sources, Patterns and Consequences. Basic Books, New York
Spencer, Herbert.1963. ‘The Evolution of Societies’. Pp 9-13 in Etzioni, A. & Halevy, Eva Etzioni- (eds). Social Changes: Sources, Patterns and Consequences. Basic Books, New York
[3] Craib, Ian
(1986). Teori-teori Sosial Modern. Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: CV.
Rajawali.
[4] Touraine,
Alain.1983a Anti-nuklir Protes: Oposisi untuk Energi Nuklir di Prancis.
New-York-Paris:Cambridge University Press-... kondisi baik de la Maison des de
l'Homme ilmu. (. 1980 La prophétiantinucléaire Paris:Seuil
[5] Touraine,
Alain, Dubet, François. & Wieviorka, Michel1982 Une intervensi Sociologique
avec Solidarnosc. Sociologie du penderitaan. XXIV, 3: 279-292.
[6] Touraine,
Alain.1995 Kritik dari modernitas. Cambridge: Blackwell. (. 1992 Critique de la
modernité Paris:. Fayard)
[8] Tourain, alain.Op Cit 196-213
[10] Spencer, Herbert.1963.
‘The Evolution of Societies’. Pp 9-13 in Etzioni, A. & Halevy, Eva
Etzioni- (eds). Social Changes: Sources, Patterns and Consequences.
Basic Books, New York.
[11] LAN (Lembaga
Administrasi Negara) 2003, SANRI (Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia), Buku I & II, LAN, Jakarta
Komentar
Posting Komentar