TUGAS DARI Prof.Dr. H. Nurwajah Ahmad EQ
AYAT-AYAT YANG
BERKAITAN
DENGAN INTERAKSI SOSIAL
Oleh : Eros Rosnida
A.
Pengertiaan
Interaksi Sosial.
Interaksi
sosial adalah kunci dari segala kehidupan sosial. Oleh karena itu
,tanpa interaksi sosial tidak akan
mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara fisik saja
tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan
hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok
–kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara untuk mencapai tujuan bersama,
mengadakan persaingan, pertikaian dsb. Oleh karena itu interaksi sosial
merupakan dasar dari proses sosial.
Interaksi di definisikan sebagai pengaruh timbal balik, saling mempengaruhi
satu sama lain. [1]
Sedangkan pengertian sosial adalah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat; peduli terhadap kepentingan umum[2].
Dengan demikian interaksi sosial adalah hubungan (sosial) berupa aksi saling mempengaruhi
antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan antara
kelompok dengan kelompok. Sementara itu Gillin mengartikan interaksi sosial
sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar
individu, individu, dan kelompok atau antar kelompok .[3]
Interaksi
sosial dimulai pada saat dua orang bertemu, pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan saling
berbicara, atau bahkan saling berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu bentuk-bentuk
interaksi sosial, walau orang –orang yang bertemu muka itu tidak saling bicara
atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, oleh karena
masing-masing sadar akan adanya fihak lainyang menyebabkan perubahan-perubahan
dalam perasaan maupun syaraf orang-orang bersangkutan yang disebabkan bau
keringat, minyak wangi suara berajalan dsb. Kesemuanya itu menimbulkan kesan
dalam di dalam fikiran seseorang , yang kemudian menentukan tindakan apa yang
akan dilakukan.[4]
Interaksi
sosial hanya dapat berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi dari
kedua belah pihak. Interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila manusia
mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak
berpengaruh terhadap sistem sarafnya sebagai akibat hubungan yang dimaksud[5].
Dengan demikian menurut sebuah hubungan bisa di sebut interaksi sosial jika
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Jumlah
pelaku dua orang atau lebih
2.
Adanya
komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol atau lambang
3.
Adanya
suatu dimensi waktu meliputi masa lalu, masa kini dan masa yang akang datang
4.
Adanya
tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.[6]
Syarat
terjadinya intersaksi sosial adalah adanya kontak sosial ( sosial contact) dan
komunikasi. Kata kontak berasal Con atau cun yang artinya
bersama-sama, dan tanggo yang artinya menyentuh. Namun, kontak sosial
tidak hanya secara harfiah bersentuhan badan, tetapi bisa lewat bicara, melalui
telepon, telegram, surat, radio dan lain sebagainya.
Kontak
dapat bersifat primer dan sekunder. Kontak primer terjadi apabila ada kontak langsung dengan
cara berbicara, jabat tangan, tersenyum, dan sebagainya,. Kontak sekunder
terjadi dengan perantara, misalnya melalui telepon , radio, TV dan sebagainya. [7]
kontak sosial dapat terjadi dalam tiga
bentuk , yaitu :
1.
Kontak
antar induvidu
2.
Kontak
antar individu dengan kelompok
3.
Kontak
kelompok antar kelompok
Sedangkan
komunikasi mempunyai pengertian hubungan timbal balik antara sesama manusia[8], atau
juga proses memberikan taksiran pada perilaku orang lain yang berwujud
pembicaraan, gerak gerik badaniah atau sikap, atau perasaan-perasaan apa yang
ingin disampaikan orang tersebut. Dengan tafsiran pada orang lain, seseorang
memberi reaksi berupa tindakan terhadap maksud orang lain tersebut[9]
Ada
lima unsur pokok dalam komunikasi, kelima unsur terebut adalah sebagai berikut:
1.
Komunikator
, yaitu orang yang menyampai opesan, perasaan atau pikiran kepada pihak lain.
2.
Komunikan,
yaitu orang atau sekelompok orang yanag dikirimi pesan,pikiran atau sekelompok
orang yang dikirimi pesan atau pikiran kepada pihak lain.
3.
Pesan,
yaitu sesuatu yang disampaikan oleh kumunikator, pesan dapat dapat berupa
informasi , instruksi, dan perasaan.
4.
Media
, yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan,
tulisan, gambar, dan film.
5.
Efek,
yaitu perubahan yang diharapkan terajadinya pada komunikasi, seteleh mendapatkan
pesan dari komunikator
Berlangsungnya
suatu proses didasarkan pada pelbagai
faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, faktor identifikasi dan
simpati. Imitasi adalah proses atau tindakan seseorang untuk
meniru orang lain baik skap, perbuatan, penampilan dan gaya hidup. Sugesti adalah
rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan individu kepada individu lain
sehingga orang yang diberi sugesti tiu melaksanakan apa yang disugsetikan tanpa
sikap kritis dan rasional. Identifikasi
adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama ( identik) dengan yang
ditirunya. Proses identifikasi erat
kaitannya dengan imitasi. Simpati adalah
proses kejiwaan seorang individu yang merasa tertarik dengan individu lain atau
kelompok lain karena sikap, penampilan , atau perbuatannya. Motivasi merupakan
dorongan, rangsangan, pengaruh , atau stimulasi yang diberikan individu pada
individu lain sehingga orang yang diberikan motivasi melaksanakan nya secara
kritis , rasional, dan tanggung jawab.
Empati adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan
orang lain baik suka maupun duka.[10]
Interaksi sosial sendiri menjadi salah satu kajian
penting dalam sosiologi. Beberapa tokoh
sosiologi ( sosiolog) mengkhususkan diri dalam melakukan studi terhadap
interaksi sosial. Sosiolog menggunakan pendekatan tertentu yang dikenal dengan
istilah perpektif interaksionis ( interactionist perspective ).
Salah satu pendekatan yang terkenal dalam perpektif interaksionis
adalah interaksionisme simbolik. Kata “simbolik” mengacu pada penggunaan simbol-simbol
dalam interaksi. Simbol adalah sesuatu yang diberi nilai dan makna oleh
penggunannya. Dengan demikian , simbol yang sama dapat dimilki makna
berbeda-beda bagi setiap orang.
Ada tiga pokok fikiran yang dikemukakan oleh Herbert Blumer tentang
interaksionisme simbolik, yaitu act.
Thing, dan meaning. Seseorang bertindak ( act ), terhadap sesuatu ( thing
), berdasarkan arti sesuatu itu bagi dirinya (meaning).[11]
Makna itu sendiri muncul dari interaksi sosial, makna itu tidak langsung
diberikan atau ditanggapi begitu saja oleh seseorang tapi melalui proses
penafsiran lebih dahulu.
B.
Ayat-Ayat
yang Berkaitan Dengan Interaksisosial
Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT
menciptakan manusia dengan keragaman bangsa serta suku adalah dalam rangka
saling kenal mengenal satu sama lain.( lita’arofu ) kesempurnaan fitrah
seseorang bisa dilihat dari mampunya ia berinteraksi dengan sesama manusia.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tak akan lepas dari sebuah keadaan yang
bernama interaksi.
Begitu luasnya daratan serta lautan yang membentang
dari timur hingga barat yang sebagiannya dihuni oleh manusia dengan ragam
peradaban serta adat istiadat. Bermulanya peradaban suatu masyarakat tentu
tidak terlepas dari adanya interaksi sosial yang terjadi diantara manusia, baik
diantara anggota masyarakat dalam satu komunitas maupun interaksi yang
terjadi dengan anggota masyarakat lain diluar komunitasnya.[12]
Keunikan suatu peradaban masyarakat yang satu dengan
yang lainnya telah menghasilkan begitu banyaknya ragam kekayaan dalam budaya,
seperti banyaknya jenis bahasa yang digunakan sebagai salah satu syarat
interaksi. Interaksi yang terjadi antar sesama manusia dengan latar belakang
yang berbeda, baik budaya maupun karakter pribadi yang melekat pada diri
masing-masing sudah pasti suatu ketika akan menimbulkan gesekan-gesekan, bisa
berupa kesalah pahaman dalam memandang suatu keadaan ataupun perbedaan sudut
pandang. Namun dalam islam, kenyataan seperti ini tidaklah menjadikan seorang
surut dan urung niat serta lebih memilih menyendiri daripada berinteraksi
dengan sesama.[13]
Jika manusia bisa melihat bahwa gesekan-gesekan yang
terjadi dalam berinteraksi sosial merupakan sebagai bahan pelajaran dan ujian
kesabaran serta memandangnya sebagai sebuah tantangan dalam kehidupan yang
majemuk, maka hal ini merupakan sebuah keutamaan sebagaimana yang disabdakan
Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya bahwa
“seorang mukmin yang bergaul dan bersabar
terhadap gangguan manusia, lebih besar
pahalanya daripada yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar dalam
menghadapi gangguan mereka “(HR. Ahmad dan At tirmidzi).[14]
Siapapun yang mengerti makna kemanfaatan tentu tidak
akan menjadikan segala sesuatunya menjadi sia-sia. Mereka selalu berharap bahwa
dalam setiap interaksi sosial yang terjadi terdapat nilai ibadah serta berharap
akan menyebarnya nilai-nilai positif dalam tiap diri yang terlibat didalamnya.
Dan Pada akhirnya, apa yang dihasilkan dari sebuah interaksi dapat membangun
semangat keimanan dalam mengajak manusia menuju ke jalan yang diridhoi Allah
SWT serta munculnya rasa kasih sayang, tolong menolong dalam hal kebaikan dan
perbaikan serta persaudaraan sehingga semakin meningkatkan kualitas penghambaan
kepada Allah SWT dari waktu ke waktu.
Sudah umun diketahui bahwa Al-Qur’an memberi perhatian
khusus pada ( hak-hak) keluarga, tetangga, dan para sahabat, Namun dalam porsi
yang sama , ia menaruh perhatian hak-hak kaum muslim. Tentu saja kaum muslim
memiliki hak yang sangat banyak sehingga nyaris mustahil untuk disebutkan
satu-persatu. Dalam salah satu yang
diriwayatkan Bukhari dalam kitab al-jana’iz dan Muslim dalam as- Salam,
Rasulullah Saw bersabda, yang berunyi :
“ Hak seorang muslim atas mulsim lainnya ada lima :
Menjawab ucapan salamnya, menjenguknya ketika jatuh sakit, mengantarkan
jenasahnya ( ke pemakanaman) memenuhi undangannya, dan mendoa’akan ketika bersin”[15]
Tentunya hadis ini tidak bermaksud membatasi hak
sesama muslim hanya pada lima perkara ini saja. Jelasnya lagi masih banyak hak
lainnya yang disebutkan dalam berbagai hadis lain.di antaranya :
Diberi kesempatan untuk memperbaiki dan menjalin tali kekeluargaan,
kekerabatan, dan persahabatan juga merupakan bagaian dari hak kaum muslimin,
Abdullah bin mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda.sebagaimana di kutip
Ahmad dalam al-Musnad, Abu Daud dalam al-Adab, dan at-Tirmdzi dalam Sifah al-Qiyamah,
yang berbunyi :
“ Maukah kalian kuberitahukan tentang perbuatan paling
utama daripada puasa, salat dan sedekah ?” Para sahabat menjawab. “ Tentu,
wahai Rasulullah “ Lalu beliau Saw Bersabda,” Memperbaiki ( dan menjalin )
pertalian hubungan diantara sesama. Maka sesungguhnya kehancuran pertalian
antara sesama adalah pembabatan. Aku tidak mengatakan membabat rambut akan
tetapi membabat ( memutuskan agama )”[16]
Untuk
menjamin terciptanya persaudaraan dimaksud, Allah Swt memberikan beberapa
petunjuk sesuai dengan jenis pesaudaraan
yang diperintahkan. Pada kesempatan ini,
akan dikemukakan
petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan
persaudaraan secara umum dan persaudaraan seagama Islam.
Untuk
memantapkan persaudaraan pada arti yang umum, Islam memperkenalkan konsep
khalifah. Manusia dianggkat oleh Allah sebagai khalifah, Kekhalifahan menuntut
manusia untuk memelihara, membimbing, dan mengarahkan segala sesuatu agar
mencapai maksud dan tujuan penciptaanya. Karena
itu, Nabi Muhammad Saw.
melarang memetik buah
sebelum siap untuk dimanfaatkan, memetik kembang sebelum
mekar, atau menyembelih binatang yang
terlalu kecil. Nabi
Muhammad Saw. Juga mengajarkan agar selalu
bersikap bersahabat dengan
segala sesuatu sekalipun terhadap
benda tak bernyawa.
Al-Quran
tidak mengenal istilah
"penaklukan alam",
karena secara tegas Al-Quran menyatakan bahwa yang menaklukkan alam untuk
manusia. Secara tegas pula
seorang Muslim diajarkan untuk
mengakui bahwa ia tidak mempunyai
kekuasaan untuk menundukkan sesuatu kecuali atas penundukan Ilahi Pada saat berkendaraan seorang Muslim dianjurkan
membaca.
“Mahasuci
Allah yang menundukkan ini buat kami, sedang kami sendiri tidak mempunyai
kesanggupan menundukkannya. “( Qs. Al- Zukhruf ( 43): 13 )[17]
2.
Untuk mewujudkan persaudaraan antar
pemeluk agama, Islam memperkenalkan ajaran,
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku (QS 109:
6), dan. Bagi kami amal-amal kami
dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak
(perlu ada) pertengkaran di antara kami dan
kamu. Allah mengumpulkan kita dan kepada-Nyalah kembali (putusan segala sesuatu) (QS Al-Syura
[42): 15 ).[18]
Al-Quran
juga menganjurkan agar mencari titik
singgung dan titik temu
antar pemeluk agama. Al-Quran menganjurkan agar dalam interaksi sosial,
bila tidak ditemukan
persamaan hendaknya
masing-masing mengakui keberadaan pihak lain, dan tidak perlu saling
menyalahkan.
Katakanlah,
"Wahai Ahl Al-Kitab, marilah kepada satu kalimat kesepakatan yang tidak
ada perselisihan diantara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah,
dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun, dan tidak (pula) sebagian
kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling (tidak setuju),
katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah (akuilah eksistensi kami)
bahwa kami adalah orang-orang
Muslim" (QS Ali 'Imran [3]:64 ).[19]
Bahkan
Al-Quran mengajarkan kepada Nabi
Muhammad Saw. Dan umatnya untuk
menyampaikan kepada penganut agama lain, setelah kalimat sawa' (titik temu)
tidak dicapai.
Jalinan
persaudaraan antara seorang Muslim dan non-Muslim sama sekali tidak
dilarang oleh Islam,
selama pihak lain menghormati hak-hak kaum Muslim
Ukhuwah (ukhuwwah) yang biasa diartikan sebagai
"persaudaraan". terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti
"memperhatikan". Makna asal ini memberi kesan bahwa persaudaraan
mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Boleh jadi perhatian itu pada mulanya lahir karena adanya persamaan di antara
pihak-pihak yang bersaudara. sehingga makna tersebut kemudian berkembang. dan
pada akhimya ukhuwah diartikan sebagai "setiap persamaan dan keserasian
dengan pihak lain. baik persamaan keturunan. dari segi ibu, bapak. atau
keduanya. maupun dari segi persusuan" Secara majazi kata ukhuwah
(persaudaraan) mencakup persamaan salah satu unsur seperti suku. agama.
profesi. dan perasaan. Dalam kamus-kamus bahasa Arab ditemukan bahwa kata akh
yang membentuk kata ukhuwah digunakan juga dengan arti teman akrab atau
sahabat.
Masyarakat Muslim mengenal istilah ukhuwwah Islamiyyah istilah ini perlu
didudukkan maknanya, agar bahasan kita tentang ukhuwah tidak mengalami
kerancuan. Untuk itu terebih dahulu perlu dilakukan tinjauan kebahasaan untuk
menetapkan kedudukan kata Islamiah dalam istilah di atas. Selama ini ada kesan
bahwa istilah tersebut bermakna "per saudaraan yang dijalin oleh sesama
Muslim", atau dengan kata lain, "persaudaraan antar sesama Muslim",
sehingga dengan demikian, kata "Islamiah" dijadikan pelaku ukhuwah
itu.
Pemahaman ini kurang tepat. Kata
Islamiah yang dirangkaikan dengan kata ukhuwah lebih tepat dipahami sebagai
adjektifa. sehingga ukhuwah Islamiah berarti "persaudaraan yang bersifat
Islami atau yang diajarkan oleh Islam." Paling tidak. ada dua alasan untuk
mendukung pendapat ini.
Pertama. Al-Quran dan
hadis memperkenalkan bermacam- macam persaudaraan. seperti yang akan diuraikan
selanjutnya.
Kedua, karena alasan kebahasaan. Di dalam bahasa Arab. kata sifat selalu
harus disesuaikan dengan yang disifatinya. Jika yang disifati berbentuk indefinitif
maupun feminin. kata sifatnya pun harus demikian. Ini terlihat secara jelas
pada saat kita berkata ukhuwwah Islamiyyah dan Al-Ukhuwwah Al-Islamiyyah.
1.
Ukhuwah dalam Al-Quran
Dalam
Al-Quran, kata akh (saudara) dalam bentuk tunggal ditemukan sebanyak 52 kali.
Dalam Tafsir al-Manar dikatakan bahwa salah satu hubungan penting antar manusia
yang sangat diperhatikan Al-Qur’an
adalah kekeluargaan dan kekerabatan .Kata ini dapat berarti.
a.
Saudara kandung atau saudara seketurunan.
seperti
pada ayat yang berbicara tentang kewarisan. atau keharaman mengawini orang-orang
tertentu. misalnya Firman Allah s.w.t. yang bermaksud:
"Diharamkan kepada kamu (mengawini) ibu-ibumu,
anak- anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan
bapakmu, saudara-saudara perempuan ibumu, (dan) anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki (QS Al-Nisa'
[4]: 23).[20]
b.
Saudara yang dijalin oleh ikatan keluarga,
Seperti
bunyi doa Nabi Musa a.s. yang diabadikan Al-Qur’an,
"Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku (QS
Thaha [20]: 29-30 ). [21]
Secara fitrah ( hukum fitrah ) hubungan kekerabatan merupakan hubungan yang
paling kuat
dibanding dengan hubungan kesukuan. Maka dari itu Islam mengabadikan fitrah semacam ini serta
mendahulukan hak-hak kerabat daripada yang lain. Sekaligus menyesuaikan hak-hak
mereka berdasarkan kedekatannya terhadap seseorang.
- Saudara dalam arti sebangsa,
Walaupun tidak seagama. seperti dalam firman-Nya,
"Dan kepada suku 'Ad, (kami utus) saudara
mereka Hud (QS Al-A'raf [7]: 65).
Seperti
telah diketahui kaum 'Ad membangkang terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud, sehingga Allah memusnahkan mereka
(baca antara lain QS Al-Haqqah [69]: 6-7).
d. Saudara semasyarakat.
Walaupun berselisih paham,
"Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai 99 ekor
kambing betina, dan aku mempunyai seekor saja, maka dia berkata kepadaku,
"Serahkan kambingmu itu kepadaku"; dan dia mengalahkan aku di dalam
perdebatan (QS Shad [38]: 23).
e. Persaudaraan seagama.
Ini ditunjukkan oleh firman Allah dalam surat
Al-Hujurat ayat 10.:"Sesungguhnya oranq-orang Mukmin itu
bersaudara."
Di atas telah dikemukakan bahwa dari segi bahasa, kata ukhuwah dapat
mencakup berbagai persamaan. Dari sini lahir lagi dua macam persaudaraan, yang
walaupun secara tegas tidak disebut oleh Al-Quran sebagai "persaudaraan
" , namun substansinya adalah persaudaraan. Kedua hal tersebut adalah:
a.
Saudara sekemanusiaan (ukhuwah insaniah) . Al-Quran menyatakan bahwa semua
manusia diciptakan oleh Allah dari seorang lelaki dan seorang perempuan (Adam
dan Hawa) (gs Al-Hujurat [49]: 13). Ini berarti bahwa semua manusia adalah
seketurunan dan dengan demikian bersaudara.
- Saudara semakhluk dan seketundukan kepada Allah.
Di atas telah dijelaskan bahwa dari segi bahasa kata
akh (saudara) digunakan pada berbagai bentuk persamaan. Dari sini lahir
persaudaraan kesemakhlukan. Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa:
"Dan tidaklah (jenis binatang yang ada di bumi
dan burung- burung yang terbang dengan kedua sayapnya) kecuali umat- umat juga
seperti kamu (QS Al-An'am [6]: 38).
2.
Faktor Penunjang Persaudaraan (Ukhuwah)
Faktor penunjang lahirnya persaudaraan dalam arti luas ataupun sempit
adalah persamaan. Semakin banyak persamaan akan semakin kokoh pula
persaudaraan. Persamaan rasa dan cita merupakan faktor dominan yang mendahului
lahimya persaudaraan hakiki. dan pada akhimya menjadikan seseorang merasakan
derita saudaranya. mengulurkan tangan sebelum diminta. serta memperlakukan
saudaranya bukan atas dasar "take and give", tetapi justru,
Mengutamakan
orang lain' atas diri mereka, walau diri mereka sendiri kekurangan ( QS
Al-Hasyr [59]: 9).
Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan nyaman pada
saat berada di antara sesamanya, dan dorongan kebutuhan ekonomi merupakan
faktor-faktor penunjang yang akan melahirkan rasa persaudaraan.
Islam datang menekankan hal-hal tersebut. dan menganjurkan mencari titik
singgung dan titik temu persaudaraan. Jangankan terhadap sesama Muslim,
terhadap non-Muslim pun demikian (QS Ali .Imran [3]: 64) dan Saba [34]: 24-25).
Petunjuk Al-Quran untuk Memantapkan Ukhuwah
Guna memantapkan ukhuwah tersebut,
pertama kali Al- Quran menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang
berlaku dalam kehidupan ini. Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak
Ilahi, juga demi kelestarian hidup, sekaligus demi mencapai tujuan kehidupan
makhluk di pentas bumi.
"Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami
berikan aturan dan jalan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan
kamu satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu mengenai pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan (QS A1-Ma-idah [5]: 48).
Seandainya Tuhan menghendaki kesatuan pendapat. niscaya diciptakan-Nya
manusia tanpa akal budi seperti binatang. atau benda-benda tak bernyawa yang
tidak memiliki kemampuan memilah dan memilih, karena hanya dengan demikian
seluruhnya akan menjadi satu pendapat.
Dari sini, seorang Muslim dapat memahami adanya pandangan atau bahkan
pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya, karena semua itu tidak mungkin
berada di luar kehendak Ilahi. Kalaupun nalarnya tidak dapat memahami kenapa
Tuhan berbuat demikian, kenyataan yang diakui Tuhan itu tidak akan
menggelisahkan atau mengantarkannya "mati". atau memaksa orang lain
secara halus maupun kasar agar menganut pandangan agamanya,
Untuk menjamin terciptanya persaudaraan dimaksud. Allah Swt. memberikan
beberapa petunjuk sesuai dengan jenis persaudaraan yang diperintahkan. Pada
kesempatan ini. akan dikemukakan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan
persaudaraan secara umum dan persaudaraan seagama Islam.
Al-Quran juga menganjurkan agar mencari titik singgung dan titik temu antar
pemeluk agama. Al-Quran menganjurkan agar dalam interaksi sosial. bila tidak
ditemukan persamaan hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain. dan
tidak perlu saling menyalahkan.
Katakanlah "wahai Ahl Al-Kitab marilah kepada
satu kalimat kesepakatan yang tidak ada perselisihan diantara kami dan kamu
bahwa tidak ada kita sembah kecuali Allah, dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang
lain sebagai Tuhan selain Allah " jika mereka berpaling ( tidak setuju ) ,
katakanlah kepada mereka, Saksikanlah (akuilah ekstensi kami) bahwa kami adalah
orang-orang muslim" ( QS Ali Imran
[3] : 64)[22]
Bahkan Al-Quran mengajarkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan umatnya untuk
menyampaikan kepada penganut agama lain. setelah kalimat sawa' (titik temu)
tidak dicapai:
"Kami atau kamu pasti berada dalam kebenaran
atau kesesatan yang nyata. Katakanlah, "Kamu tidak akan ditanyai
(bertanggung-jawab) tentang dosa yang kami perbuat, dan kami tidak akan
ditanyai (pula) tentang hal yang kamu perbuat.
" Katakanlah, "Tuhan kita akan menghimpun
kita semua, kemudian menetapkan dengan benar (siapa yang benar dan salah) dan
Dialah Maha Pemberi Keputusaan lagi Maha Mengetahui .Asy-Syura (QS 34: 24-26). [23]
Jalinan persaudaraan antara seorang Muslim dan non-Muslim sama sekali tidak
dilarang oleh Islam, selama pihak lain menghormati hak-hak kaum Muslim, bahkan
lebih dari itu ungkap Muhammad Abdullah
al-Khotib dalam bukunya, Khasa’is Al-Mujtama’al Islam, Islam memerintahkan
umatnya untuk membangun hubungan dengan mereka (non muslim,) berdasarkan Derinsip
keadilan dan toleransi ( tenggang rasa ). Dalam hal ini yang mendasari hubungan
yang dibangun Islam antara kaum muslim dan non muslim adalah firman Allah Swt
sbb :
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan
berbuat adil (memberikan sebagian hartamu) kepada orang-orang yang tidak
memerangi kamu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (QS Al-Mumtahanah
[60]: 8). [24]
Maksud ayat ini sebgaimana di kemukakan asy-Syaukani dalam Fath al-Qadir,
adalah bahwa Allah Swt tidak melarang kaum muslimin berbuat baik
kepada orang-orang kafir yang berjanji tidak akan memerangi atau memusuhi kaum
muslimin. Pengarang kitab Zad A-Musir, mengatakan ,” ayat ini merupakan
kelonggaran bagi muslim untuk melakukan pembauran dengan orang-orang yang tidak
memusuhi dan memerangi kaum muslim, serta pemberian izin untuk berbuat baik
kepada mereka meskipun dengan mereka sudah putus “[25]
Ketika sebagian sahabat Nabi memutuskan bantuan keuangan/material kepada
sebagian penganut agama lain dengan alasan bahwa mereka bukan Muslim. Al-Quran
menegur mereka dengan firman-Nya:
"Bukan kewajibanmu menjadikan mereka
memperoleh hidayah (memeluk Islam), akan
tetapi Allah yang memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya. Apa pun harta
yang baik yang kamu nafkahkan (walaupun kepada non-Muslim), maka pahalanya itu
untuk kamu sendiri (QS Al-Baqarah [2]: 272). [26]
Untuk memantapkan persaudaraan antar
sesama Muslim' Al-Quran pertama kali menggarisbawahi perlunya menghindari
segala macam sikap lahir dan batin yang dapat mengeruhkan hubungan di antara
mereka.
Setelah menyatakan bahwa orang-orang Mukmin bersaudara. dan memerintahkan
untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi
kesalahpahaman di antara dua orang (kelompok) kaum Muslim. Al-Quran memberikan
contoh-contoh penyebab keretakan hubungan sekaligus melarang setiap Muslim
melakukannya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ
مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ
عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا
تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ
لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kaum (pria) mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan)
itu lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olok- kan) wanita-wanita yang lain, karena boleh jadi
wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari mereka (yang memperolok-
olokkan), dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlan kamu
panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Sejelek-jeleknya panggilan
adalah sebutan yang buruk sesudah iman. Barangsiapa tidak bertobat, maka mereka
itulah orang- orang yang zalim (QS Al-Hujurat [49]: 11).
Selanjutnya ayat di atas memerintahkan orang Mukmin untuk menghindari
prasangka buruk, tidak mencari-cari kesalahan orang lain, serta menggunjing,
yang diibaratkan oleh Al-Quran seperti memakan daging-saudara sendiri yang
telah meninggal dunia (QS Al-Hujurat [49]: 12).
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ
أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيم
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: -12)[27]
Menarik untuk diketengahkan, bahwa Al-Quran dan hadis- hadis Nabi Saw.
tidak merumuskan definisi persaudaraan (ukhuwwah), tetapi yang ditempuhnya
adalah memberikan contoh-contoh praktis. Pada umumnya contoh-contoh tersebut
berkaitan dengan sikap kejiwaan (seperti terbaca di dalam surat Al-Hujurat ayat
11-12 di atas), atau tecermin misalnya dalam hadis Nabi Saw. antara lain,
"Hindarilah prasangka buruk, karena itu adalah
sebohong-bohongnya ucapan. Jangan pula saling mencari-cari kesalahan. Janqan
saling iri, jangan saling membenci, dan jangan saling membelakangi (Diriwayatkan
oleh keenam ulama hadis, kecuali An-Nasa.i, melalui Abu Hurairah).[28]
Semua itu wajar , karena sikap batiniahlah yang melahirkan sikap lahiriah.
Demikian pula, bahwa sebagian dari redaksiayat dan hadis yang berbicara tentang
hal ini dikemukakan dengan bentuk larangan, lni pun dimengerti bukan saja
karena at-takh- liyah (menyingkirkan yang jelek) harus didahulukan daripada
at-tahliyah (menghiasi diri dengan kebaikan), melainkan juga karena
"melarang sesuatu mengandung arti memerintahkan lawannya, demikian pula
sebaliknya. "
Semua petunjuk Al-Quran dan hadis Nabi Saw. yang berbicara tentang
interaksi antarmanusia pada akhimya bertujuan untuk memantapkan ukhuwah.
Perhatikan misalnya larangan melakukan transaksi yang bersifat batil (QS 2:
188), larangan riba (QS 1: 278), anjuran menulis utang-piutang (QS 2: 275),
larangan mengurangi atau melebihkan timbangan (QS 83: 1-3), dan lain-lain.
Dalam konteks pendapat dan pengamalan agama, Al-Quran secara tegas
memerintahkan orang-orang Mukmin untuk merujuk Allah (Al-Quran) dan Rasul
(Sunnah). Tetapi seandainya terjadi perbedaan pemahaman Al-Quran dan Sunnah
itu, baik mengakibatkan perbedaan pengamalan maupun tidak, maka petunjuk
Al-Quran dalam hal ini adalah:
"Apabila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu
(karena tidak menemukan petunjuknya dalam teks Al-Quran dan Sunnah), maka
kembalikanlah kepada Allah (jiwa ajaran-ajaran Al-Quran), dan (jiwa
ajaran-ajaran) Rasul, jika memang kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya
(QS A1-Nisa' [4]: 59).
3.
Ukhuwah
dalam Praktik
Jika kita mengangkat salah satu ayat dalam bidang ukhuwah. agaknya salah
satu ayat surat Al-Hujurat dapat dijadikan landasan pengamalan konsep ukhuwah
Islamiah. Ayat yang dimaksud adalah
Sesungguhnya orang-orang Mukmin bersaudara. karena itu
lakukanlah ishlah di antara kedua saudaramu (QS 49: 10).
Dalam ayat diatas tersirat sebuah penyelesaian konflik, dimana dalam
realitas sosial kita tidak terlepas bersinggungan orang lain, sehingga
menjadikan sebuah konflik sosial, Allah menganjurkan kita untuk berdamai (
ishlah ). Kata ishlah atau shalah yang
banyak sekali berulang dalam Al-Quran, pada umumnya tidak dikaitkan dengan
sikap kejiwaan, melainkan justru digunakan dalam kaitannya dengan perbuatan
nyata. Kata ishlah hendaknya tidak hanya dipahami dalam arti mendamaikan antara
dua orang (atau lebih) yang berselisih, melainkan harus dipahami sesuai makna
semantiknya dengan memperhatikan penggunaan Al-Quran terhadapnya.
Puluhan ayat berbicara tentang kewajiban melakukan shalah dan ishlah. Dalam
kamus-kamus bahasa Arab, kata shalah diartikan sebagai antonim dari kata fasad
(kerosakan) .yang juga dapat diartikan sebagai yang bermanfaat. Sedangkan kata
islah digunakan oleh Al-Quran dalam dua bentuk: Pertama, ishlah yang selalu
membutuhkan objek; dan kedua adalah shalah yang digunakan sebagai bentuk kata
sifat. Sehingga, shalah dapat diartikan terhimpunnya sejumlah nilai tertentu
pada sesuatu agar bermanfaat dan berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan
kehadirannya. Apabila pada sesuatu ada satu nilai yang tidak menyertainya
hingga tujuan yang dimaksudkan tidak tercapai. maka manusia dituntut untuk
menghadirkan nilai tersebut. dan hal yang dilakukannya itu dinamai ishlah.
Jika kita merujuk hadis, salah satu hadis yang populer di dalam bidang
ukhuwah adalah sabda Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
sahabat Umar:
"Seorang Muslim bersaudara dengan Muslim lainnya. Dia
tidak menganiaya, tidak pula menyerahkannya (kepada musuh). Barang siapa yang
memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi pula kebutuhannya.
Barangsiapa yang melapangkan dari seorang Muslim suatu kesulitan, Allah akan
melapangkan baginya satu kesulitan pula dari kesulitan-kesulitan yang
dihadapinya di hari kemudian. Barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim,
Allah akan menutup aibnya di hari kemudian.
(Dari riwayat At- Tinnidzi dari Abu Hurairah, larangan
di atas dilengkapi dengan:
"...Dia tidak mengkhianatinya, tidak
membohonginya, dan tidak pula meninggalkanya tanpa pertolongan."[29]
Demikian terlihat, betapa ukhuwah Islamiah mengantarkan manusia mencapai
hasil-hasil konkret dalam kehidupannya.
Untuk memantapkan ukhuwah Islamiah, yang dibutuhkan bukan sekadar
penjelasan segi-segi persamaan pandangan agama, atau sekadar toleransi mengenai
perbedaan pandangan, melainkan yang lebih penting lagi adalah langkah-langkah
bersama yang dilaksanakan oleh umat, sehingga seluruh umat merasakan nikmatnya
hidup berinteraksi sesama umat.
KESIMPULAN
Dari paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa Interaksi sosial merupakan kontak atau hubungan timbal balik atau
interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu
dan kelompok. Dalam interaksi sosial ada komunikasi yang menyebakan interaksi
berjalan dengan lancar, namun tidak jarang pula terjadi konlfik yang
menyebabkan retaknya interaksi.
Untuk
menghindari konflik dalam berinteraksi maka dijalin hubungan persaudaran,
hubungan ini meliputi : hubungan saudara kandung, saudara yang dijalin lewat
kekeluargaan, saudara sebangsa saudara semasyarakaat dan saudara seagama. Tapi
dalam Al-Qur’an, substansinya persaudaran ada dua, yauitu saudara semahkluk dan
saudara seketundukan.
Yang
dimaksud dengan saudara semakhluk adalah
kita antara perempuan dan laki-laki sama-sama mahkluk Allah jadi kita
bersaudara, sementara saudara seketundukan kita sama-sama tunduk dan taat pada
perintah Allah.
Dalam
Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang mencatumkan tentang interaksi sosial,
diantaranya dalam surah Al-Hujurat yang
didalamya menceritakan tentang berinteraksi sosial, dalam ayat ini menceritakan
bahwa orang mukmin itu bersaudara , kendati tidak seketurunan, dengan demikian
mereka memiliki keterikatan bersama dalam iman, dan juga keterikatan bagaikan
seketurunan.
Ayat
diatas mengisyarakatkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan serta
hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar akan melahirkan
limpahan rahmat bagi mereka semua, sebaliknya perpecahan dan keretakan hubungan
mengundang lahirnya bencana buat mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiono. MA. 2005 Kamus
Ilmiah Populer internasional. Alumni Surabaya
Kun Maryati dan Juju Suryati.
2007. Sosiologi SMA .PT
Gelora Pratama. Jakarta
Seorjono Soekanto, 1982 Sosiologi Suatu Pengantar.Rajawali
Jakarta.
Herimanto dan Winarno 2009. Ilmu Sosial Budaya Dasar.Bumi
Aksara Jakarta,
George Ritzer-Douglas.G. Goodman. 2008 Teori Sosiologi Modern.
Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Muhammad As syayid Yusuf. Ahmad Durah.. 2007 Pustaka
Pengetahuan Al-Qur’an, Jilid 3.PT Rehal Publika.
DEPAG RI , 2007. Al-Qur’an
dan terjemah .Syamil Al-Qur’an.
Sygma Bandung.
Hasan Ayyub.
1994 .Etika Islam.Trigenda
Karya Bandung,
[1] Budiono. MA. Kamus Ilmiah Populer internasional. Alumni
Surabaya, hlm. 256
[2] Ibid hlm. 606
[3] Kun Maryati dan Juju Suryati. Sosiologi SMA .PT Gelora Pratama.
Jakarta. Hlm. 56
[4] Seorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar.Rajawali
Jakarta.1982.hlm 55
[5] Soerjono Soekanto.Op Cit. Hlm 56
[6] Herimanto dan Winarno. Ilmu Sosial Budaya Dasar.Bumi Aksara Jakarta, 2009, hlm 52
[7] Ibib, hlm 53
[8] Budiono .Op Cit 327
[9] Herimanto dan Winarno, Op Cit.hlm 53
[10] Ibid hlm 54
[11] George Ritzer-Douglas.G. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Kencana
Prenada Media Group, Jakarta.hlm 270.
[12] Muhammad As syayid Yusuf. Ahmad Durah. Pustaka Pengetahuan
Al-Qur’an, Jilid 3.PT Rehal Publika. 2007 .hal 99
[13] Ibid hal 100
[14] Ibd hal 101
[15] Ibid 101
[16] Ibid 101
[17] DEPAG RI. Al-Qur’an dan Terjemah perkata.Syamil Al_Qur’an
Sygma.Bandung 2007 hlm. 50
[18] DEPAG RI ,hlm 483
[19] DEPAG RI. Hlm. 53
[20] DEPAG RI. Op Cip,hlm 77
[21] DEPAG RI .Op Cit , hlm
313
[22] DEPAG RI. Op Cit. Hlm 53
[23] DEPAG RI. OP Cit , hlm 484
[24] DEPAG RI,Op Cit hlm 550
[25] Pustaka Pengetahuan Al-Qur’an Op
Cit, hlm 108
[27]DEPAG RI, Al-Qur’an dan terjemah .Syamil Al-Qur’an. Sygma Bandung 2007.hlm.517
[28] Hasan Ayyub.Etika Islam.Trigenda Karya Bandung, 1994,hlm 124
[29] Pustaka Pengetahuan Al-Qur’an. Op Cit. Hlm 108
Komentar
Posting Komentar